Senin, 20 September 2010

PERS ?????


Banyak Wartawan sering mengkritik siapapun . Tapi Tidak ada Wartawan yang mau mengkritik Pimpinan Redaksinya.

Sejak era reformasi bergulir sepak terjang pers ( wartawan) dalam mengkritik luar biasa bebasnya. Seolah pers itu sangat berkuasa sehingga dapat mengkritik siapapun. Saya melihat misalnya insan pers sangat getol menyoroti kebijakan-kebijakan pihak lain yang tidak terkait dengan kepentingan pemilik pers itu sendiri. Namun sayang, keberanian pers mengkritik ditujukan untuk orang lain, mereka (pers) sampai saat ini masih belum tampak mengkritik dirinya sendiri (otokritik) misalnya, insan pers tidak pernah berani mengkritik pemilik pers yang sibuk di pentas politik praktis. Pers hanya terbiasa mengkritik "lawan politik" dari pemilik pers itu. Fenomena ini sangat terang benderang kita temui pada berbagai media yang pemiliknya terlibat dalam pemberitaan atau sorotan publik. Dalam konteks seperti ini biasanya pers tersebut yang biasanya garang mengkritik pihak lain akan melempem ibarat macan tak bertaring. Seakan-akan sepak terjang bos mereka di pentas politik praktis itu tidak pernah keliru dan tidak layak disorot secara kritis. Disinilah kelemahan pers kita yang hanya kritis dan tajam saat menyoroti berbagai kebijakan pihak lain (termasuk kebijakan pemerintah) apalagi kalau kebijakan pemerintah itu terasa membelenggu dan terkait dengan kepentingan mereka (Pers), maka serta mereka akan bersuara lantang dan mengaung dengan galaknya..

Dalam kesempatan ini mungkin pihak dewan pers dapat menjembatani dengan meminta pers menyediakan ruang atau rubrik khusus yang membolehkan pembaca/masyarakat luas mengkritik pers itu sendiri. Karena selama ini jika pembaca atau masyarakat ingin mengkritik pers dan mengirimkannya ke media tersebut, hampir dapat dipastikan tidak akan dimuat. Padahal, insan pers itu adalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan.

Oleh karena itu kiranya sudah mendesak agar pers kita lebih terbuka dan fair tidak hanya mampu mengkritik orang lain tetapi juga siap dikritik bahkan melakukan otokritik walau yang dikritik itu adalah tokoh nasional pemilik pers itu sendiri. Jika ini dapat dilakukan oleh semua insan pers di Indonesia tanpa terkecuali barulah kita bisa dengan bangga menepuk dada mengatakan bahwa di Indonesia demokrasi kita egaliter, tidak memihak dan selalu berupaya mencari kebenaran dan kebaikan demi kepentingan masyarakat yang lebih luas. Kita merindukan Pers indonesia yang tidak hanya bebas dan bertanggung jawab tetapi juga mampu menunjukkan independensi profesi yang profesional. Semoga tulisan ini dijadikan referensi. Lebih dan kurang mohon maaf. Terima kasih.


(to leting33, mohon ijin meneruskan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar